Screen Shot 2014-11-11 at 1.33.56 PM

Jenderal Luhut Pandjaitan, pendiri Yayasan DEL dan Institut Teknologi Del (IT Del) di Sumatera Utara yang selama lebih dari 10 tahun telah menghasilkan lulusan-lulusan kompeten dalam bidang IT yang kompetitif secara nasional dan internasional, sekaligus pemilik PT. Toba Sejahtera yang bergerak dalam bidang pertambangan batubara, energi, agribisnis dan pembangkit listrik, pada pertengahan Oktober 2014 lalu terpilih sebagai sampul depan majalah Forbes Indonesia edisi November 2014 dan diketengahkan sebagai narasumber untuk artikel utama majalah bergengsi tersebut dibawah judul Forbes Outlook 2015. Oleh majalah kelas dunia ini, beliau disebut sebagai the Thinking General, atau sang Jenderal Pemikir. Menurut majalah tersebut, walaupun beliau berasal dari dunia militer, beliau mempunyai visi dan misi dalam bentuk konsep-konsep yang tegas dan jelas untuk memajukan perekonomian Indonesia, khususnya selama pemerintahan Presiden RI Jokowi.

Artikel itu dibuka dengan narasi singkat mengenai sejarah persahabatan antara Jenderal Luhut Pandjaitan dan Presiden RI terpilih Jokowi. Pertemanan itu dimulai sejak tahun 2009 sebagai kemitraan bisnis, ketika kedua tokoh ini membangun bisnis bersama dalam bidang perabotan kayu. Jenderal Luhut Pandjaitan yang juga memperoleh gelar S2 dalam bidang administrasi publik dari universitas George Washington, salah satu universitas top dunia, lambat laun menjadi sahabat dan mentor Presiden Jokowi, khususnya dalam bidang ketahanan energi dan keamanan nasional.

Kepada wartawan majalah Forbes, Jenderal Luhut Pandjaitan mengupas berbagai isu mengenai beberapa kebijakan yang mungkin segera dilaksanakan oleh pemerintah RI yang baru, seperti pemotongan subsidi BBM, pengurangan subsidi listrik, prioritas pembangunan infrastruktur, pengembangan sektor energi termasuk energi terbarukan yang lebih efisien, transparan dan menguntungkan, peningkatan pemasukan negara dari pajak pendapatan dan penyusunan sejumlah strategi yang tepat untuk mempertahankan dan melindungi aset-aset Republik Indonesia yang selama ini sering diklaim oleh pihak asing.

Screen Shot 2014-11-11 at 1.35.24 PM

Luhut menegaskan bahwa pemerintahan Indonesia, dibawah Presiden Jokowi, akan mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga minyak sebesar Rp 3.000, dari ketetapan harga yang berlaku pada saat ini. Kenaikan harga ini dikalkulasikan akan dapat menghemat APBN sebesar $14 milyar yang dapat dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya, pelabuhan, dan fasilitas kesehatan. Pemotongan subsidi BBM ini juga masih menyisakan dana sebesar $4 milyar untuk dialokasikan khusus kepada kelompok miskin. Dengan demikian, subsidi pemerintah tidak lagi teralokasikan kepada kelompok mapan yang selama ini turut menikmati subsidi, yang sebenarnya mampu membeli BBM sesuai harga pasar dunia.

Pengembangan infrastruktur, demikian lanjut beliau, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara melalui pertambahan pembukaan lapangan kerja. Misalnya, melalui pembangunan industri hilir untuk pengolahan bahan-bahan baku yang diperoleh dari sumberdaya alam Indonesia. Saat ini, industri hilir minyak kelapa sawit Indonesia baru mencapai 47% dari total produksi, padahal industri hilir produk yang sama di Malaysia telah mencapai kapasitas produksi sebesar 120 persen. Pengurangan subsidi BBM akan meningkatkan sumber anggaran untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang akan membuka lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan penerimaan negara dari pendapatan pajak.

Menurut Luhut, pembangunan pembangkit tenaga listrik merupakan jenis infrastruktur yang harus diprioritaskan karena pembangunan tidak akan berjalan tanpa ketersediaan listrik yang memadai sebagai sumber energi. Namun Luhut juga menekankan agar pemerintah menghindari mensubsidi listrik secara berlebihan. Subsidi akan memberatkan anggaran pemerintah sebagaimana halnya dengan subsidi BBM. Dalam hemat Luhut, solusi terbaik adalah pemerintah menawarkan insentif kepada pihak swasta yang bersedia melakukan investasi untuk membangun pembangkit-pembangkit listrik melalui kenaikan harga beli produksi listrik dari pihak swasta tersebut.

Screen Shot 2014-11-11 at 1.36.28 PM

Bapak Luhut juga menggambarkan peta strategi pengadaan sumber-sumber energi di Indonesia. Salah satu strategi itu mencakup pembangunan lebih banyak pipa gas untuk memacu rakyat Indonesia mengkonsumsi gas sebagai sumber energi pengganti minyak bumi. Produksi gas Indonesia saat ini jauh lebih tinggi daripada konsumsi gas yaitu dalam rasio 79:21. Strategi yang lain adalah dengan membangun penyulingan minyak bumi dengan kapasitas jutaan barrel. Terakhir, mengembangkan sumber energi yang terbarukan seperti pembangkit tenaga listrik dari air.

Luhut mengakui bahwa strategi-strategi tersebut memerlukan investasi yang tinggi dengan keuntungan yang sangat rendah. Namun masalah ini dapat diatasi melalui campur tangan pemerintah. Pada titik inilah pemerintah sebagai agen kesejahteraan rakyat, seharusnya mengambil alih pembangunan infrastruktur dengan tingkat pengembalian investasi yang rendah dan memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk mengembangkan infrastruktur dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi. Jika semua jenis infrastruktur yang dibutuhkan rakyat selesai dibangun, total biaya secara keseluruhan akan menurun dan penerimaan akan meningkat.

Dalam pengamatan Luhut, Presiden Jokowi juga mementingkan pembangunan pertahanan dan militer nasional walaupun banyak pihak menuding Presiden Jokowi agak mengabaikan aspek ini. Menurut Luhut, pembangunan ekonomi tidak akan berjalan tanpa stabilitas nasional dan pertahanan yang kuat untuk menghadapi ancaman eksternal, contohnya pencurian ikan dari perairan Indonesia. Selama ini, Indonesia telah kehilangan Rp 400 trilyun akibat pencurian sumberdaya ikan dari perairan Indonesia dan penebangan hutan Indonesia secara ilegal. Kehilangan seperti ini dapat dicegah jika anggaran militer untuk melindungi hak properti Indonesia itu ditingkatkan hingga batas yang cukup, apalagi wilayah Indonesia yang perlu dijaga sangat luas. Karena itu alih teknologi militer dan pembelian beberapa peralatan militer yang penting merupakan keharusan yang mesti dipenuhi dalam anggaran militer pemerintah Indonesia yang baru. Teknologi dan peralatan militer yang lebih canggih ini adalah hanya untuk melindungi hak-hak bangsa Indonesia dan bukan untuk memperluas wilayah kekuasaan seperti yang dikhawatirkan oleh sebagian kecil pihak karena Indonesia sudah memahami pelajarannya dari kasus Timor-Timur.

Pada akhir wawancara, sang Jenderal mengajak semua pihak untuk bersinergi menyatukan kekuatan demi mengimplementasikan salah satu tujuan demokrasi yakni mewujudkan kesejahteraan secara adil dan merata sesuai hasil kerja keras masing-masing pihak, dan mengubah segala potensi untuk memperkuat semua sendi bernegara dengan membuang semua tujuan yang dapat menghancurkan demokrasi.